Kisah Sejarah Babat Tanah Cirebon
pada pertengahan abad 17-18 cirebon mencari tempat perebutan pengaruh tiga kekuatan yaitu kerajaan Mataram Kesultanan Banten dan VOC atau kompeni. belanda Berhasil membawa Kesultanan Cirebon menandatangani kontrak kesepakatan kemitraan pada tanggal 7 Januari kontrak internasional pertama antara VOC sultan Cirebon dirancang oleh Gubernur Jenderal Van dan ditandatangani oleh Yakub dan mewakili VOC dari Kesultanan Cirebon diwakili oleh pangeran martawijaya.
atas persetujuan Pangeran karakter pangeran Wangsakerta serta 6 orang dari anggota jaksa opium raksanagara, Angga diraksa, purbanegara, Angga diprana anggaraksa dana Japati antara lain Cirebon ibukota Mataram melainkan sekutu dan teman dari susuhunan Mataram. Cirebon protektorat VOC VOC berhak memonopoli perdagangan membeli lada beras kayu gula dan mengimpor opium candu serta diizinkan membangun Loji dan benteng perlindungan di Cirebon.
Benteng Cirebon adalah tempat tinggal seseorang disini pejabat VOC yang tugasnya sebagai perantara Niaga ungkapan VOC dan para Sultan Cirebon terdapat pemimpin pribumi lainnya adalah tuan tuas yang berkuasa atas sejumlah luas tanah. Sejak ditandatanganinya kontrak 7 Januari 1681 maka tamatlah riwayat kedaulatan kasultanan Cirebon dan dimulailah duka Bara Yuga atau masa ketentaraan di Cirebon kekuasaan VOC atas Cirebon semakin mantap ketika susuhunan pakubuwana 1 Raja Mataram pada tanggal 5 Oktober 1755 menyatakan bahwa Mataram melepaskan semua haknya atas Kesultanan Cirebon untuk seterusnya diserahkan pada VOC sampai akhirnya VOC akibat peperangan dan merebaknya korupsi.
VOC Dibubarkan tanggal 31 Desember tahun 1799 seluruh asetnya diambil oleh pemerintah Republik Batavia Belanda pasal Perancis.
Republik Batavia oleh kaisar Napoleon Bonaparte diganti menjadi kerajaan Belanda atau konkret khayalan dipimpin oleh lodwick atau Louis Napoleon Raja Louis Napoleon mengirimkan Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jendral di Batavia dengan tugas mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Gubernur Jenderal Daendels memerintah sejak 1808 melakukan perubahan sistem pemerintahan serta meletakkan dasar-dasar yang sentralistik beberapa daerah dijadikan daerah Gubernur men yaitu daerah yang langsung dikuasai dan pemerintahannya diatur oleh pemerintah Belanda, seperti Kesultanan Cirebon dan kesultanan Banten ada juga daerah sel besturen Kapan yang dipimpin oleh raja dari bangsa Indonesia seperti Surakarta dan Yogyakarta namun tetap di bawah dan tunduk kepada pemerintah Belanda.
Pada masa awal pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels di Cirebon lahir kekuatan baru kesultanan kacirebonan pada tahun tanggal 2 Februari 1809 dan menetapkan pengaturan dalam pengelolaan wilayah Cirebon Negeri Cirebon dibagi menjadi dua. Prefektur bagian Utara meliputi daerah kasultanan Cirebon dan Pangeran Gebang diperintah oleh tiga orang Sultan yaitu Sultan sepuh Sultan Anom dan sultan kacirebonan, masing-masing sebuah distrik prefektur bagian Selatan disebut tanah Priangan Cirebon meliputi daerah kabupaten Limbangan Sukapura dan kabupaten Galuh. wilayah Prefektur dipimpin oleh seorang prefek yang membawahi beberapa orang Bupati istilah perfect ini kemudian diganti menjadi Clan Terus akhirnya diganti lagi menjadi residen pada zaman kekuasaan Inggris.
Berlakunya kebijakan Daendels tersebut menempatkan para Sultan Cirebon secara politik sebagai pegawai atau Amtenar Raja Belanda yang kedudukannya setingkat bupati atau Rehan Meskipun demikian di hadapan rakyat mereka masih diperkenankan memakai tanda-tanda dan cara-cara yang telah menjadi tradisi selama ini.
Post a Comment for "Kisah Sejarah Babat Tanah Cirebon"