Sejarah semboyan pahlawan Mati satu tumbuh seribu
Acapkali dikisahkan tentang pelakon sejarah yang sehabis berperang dengan banyak kesusahan, kemudian setelahnya( seketika) senantiasa mempunyai pasukan berjumlah besar buat peperangan selanjutnya. sementara itu di dini cuma mempunyai sebagian ratus orang prajurit, perang mati- matian serta tersisa cuma setengahnya. tetapi setelah itu mempunyai ribuan orang buat perang berikutnya, gimana dapat?
Apabila ditemui dalam novel umumnya ada elemen time skip ataupun lompatan waktu ke depan yang tidak diberitahukan ke pembacanya. seketika saja si jagoan telah membawahi sekian ribu ataupun puluh ribu orang tanpa terdapat uraian yang jelas. film juga sama saja, sebagian adegan kemudian seketika telah begitu.
Uniknya lagi apabila peristiwa yang sama diulang, hingga di masing- masing kemenangan jumlah pasukan si jagoan hendak terus menjadi membesar. dari awal mulanya seribu prajurit misalnya, jadi belasan, puluhan, hingga ratusan ribu orang. seluruhnya terjalin tanpa uraian yang memuaskan menimpa darimana extra pasukan tersebut dapat didapatkan.
Nampak tidak logis sebab dalam perang sepatutnya suatu pasukan lumrah kehabisan prajurit terlebih dalam perang besar yang memakan banyak korban. jelas menurun bukan meningkat. namun tampaknya perihal ini bersumber pada dari catatan serta dokumen sejarah. bukan hoax penulis novel ataupun film namun benar realitas sejarah. lho kok mampu?
Buat menguasai" fenomena" ini kita wajib memandang komposisi pasukan terlebih dulu. dalam satu pasukan ada elit pasukan ataupun inti semacam vanguard troops, kemudian induk pasukan sekalian cadangan. dari beberapa 10 ribu orang berarti komposisi pasukan elit garis depannya( 30%) dekat 3000 orang. sebaliknya pasukan utama serta cadangan dekat 7000 orang.
Apabila dalam perang pasukan elit tersebut sirna hingga ke 7000 orang prajurit sisanya umumnya kehabisan motivasi tempur kemudian menyerah. perihal ini terjalin karena tidak hanya dari vanguard troops, pasukan yang lain ialah prajurit sekunder yang kurang terlatih serta belum lama jadi tentara. sebagian besar dari mereka merupakan rekrutan baru yang digunakan buat tugas- tugas pendukung.
Pasukan sekunder ini digunakan buat mengurusi logistik, revisi jalur, melindungi camp, menggali sumur, serta membenarkan seluruh proses yang lain mudah sehingga perbekalan santapan serta peralatan tempur dapat ada di garis depan. sejatinya keahlian tempur ataupun kombatan mereka terbilang rendah sebab disiplin serta motivasi yang meragukan.
Pada dasarnya mereka gak lebih dari petani, pandai besi, pengrajin kecil, peternak ataupun kuli bangunan. turut perang sebab alibi tidak mampu membayar pajak sehingga turut militer ataupun tertarik dengan janji ketersediaan santapan, kompensasi pendapatan serta bonus duit apabila pihak mereka menang. mayoritas cuma diberikan pelatihan pendek serta perlengkapan yang seadanya.
Sifatnya yang cuma sedangkan membuat mereka berbeda dengan prajurit penuh waktu yang mendalami dunia militer. sebab itu keahlian tempur mereka cuma efisien digunakan apabila bertepatan dengan pasukan yang lebih elit. mereka bermanfaat bagaikan force multiplier dalam bermacam suasana spesial dimana kedatangan banyak prajurit dibutuhkan semacam dalam pengepungan sesuatu kota ataupun penjagaan banyak titik- titik pertahanan.
Pasukan sekunder tidak sering dapat berdiri sendiri bagaikan suatu kesatuan tempur yang utuh. kalaupun dipaksakan dengan perintah ataupun komando militer umumnya mereka gampang sirna apalagi kala melawan pasukan lawan yang jauh lebih kecil. mereka pula rawan resiko melarikan diri meski dengan ancaman hukuman berat.
Motivasi serta moral yang kurang baik diawali dari dini pendirian pasukan yang kerap pula diucap bagaikan levied troops. acapkali pasukan tersebut dibangun secara dadakan buat suatu perang besar. tidak direncanakan maupun dilengkapi serta dilatih dengan baik. kesan yang mencuat secara internal, asalkan nambah- nambah jumlah prajurit buat mengalami ataupun menakut- nakuti lawan.
Bayangkan pasukan tersebut yang baru sebagian minggu kemudian masih menjabat macam- macam bagaikan sipil seketika wajib mengalami pasukan lawan dalam medan tempur beneran. sementara itu yang berbeda cuma keahlian baris- berbaris, seragam serta tombak. apa jadinya? pasti kepanikan serta ketakutan, terlebih jika pasukan handal yang mereka anggap elit dihancurkan oleh serbuan musuh.
Tamat telah, tentu lekas kecut serta memilah kabur. perihal ini senantiasa terjalin dalam sejarah, baik di romawi- eropa, persia- asia tengah, maupun dinasti- dinasti Cina serta jepang. nah, pada mayoritas permasalahan pasukan- pasukan pelarian berjumlah besar ini hendak diserap ke dalam pasukan pemenang( kecuali terdapat semacam dendam ataupun hal- hal spesial yang lain).
Penyerahan pasukan sekunder inilah yang menjadikan sesuatu pasukan malah meningkat sehabis menempuh pertempuran terlepas dari korban jiwa yang dideritanya. terus menjadi banyak perang yang dialami asalkan terus menang hingga jumlah prajurit dapat terus meningkat. belum lagi sebab aspek sistem feodal dimana loyalitas ataupun kesetiaan lumrah beralih kepada pemenang.
Merupakan normal untuk para keluarga, kota ataupun suku feodal yang kalah perang buat melaporkan kesetiaan mereka kepada pemenang. dalam statment kesetiaan itu salah satu fakta tulusnya mereka tunduk ataupun takluk merupakan dengan membagikan prajurit terbaik mereka kepada pemenang buat mencapai jasa dalam pertempuran berikutnya.
Sebab itu Alexander the Great dari ribuan orang jadi puluhan ribu sehabis melanda kerajaan- kerajaan Persia. Cao Cao dari ribuan pasukan jadi puluhan serta ratusan ribu sementara itu terus hadapi pertempuran dalam masa 3 kerajaan belum lagi terdapatnya musibah kelaparan. pula gimana Nobunaga serta Hideyoshi dari ribuan pengikut jadi puluhan ribu pasukan kala mengalami front barat.
Kemudian apakah akumulasi prajurit yang terjalin senantiasa sebab aspek penyerahan pasukan lawan?
Dapat ditentukan demikian. akumulasi prajurit dengan metode lain semacam rektrutmen di daerah sendiri belum pasti efisien tidak hanya dari memberatkan kehidupan warga. sebab jumlah populasi di masa medieval masih sangat terbatas. ditambah dengan produktivitas yang masih rendah sehingga aktivitas yang mendasar semacam pertanian, peternakan, irigasi serta kerajinan kecil menyita sebagian besar tenaga kerja umur produktif.
Cuma sebagian kecil dari populasi yang berkesempatan jadi prajurit. umumnya golongan atas yang telah berkecukupan dalam perihal sandang, papan, pangan sehingga leluasa memilah profesi lain tanpa membuat keluarganya kelaparan. untuk mayoritas penduduk yang lain mereka wajib bekerja di ladang ataupun beternak buat memadai santapan tiap hari.
Perang di jaman Warring States sebelum unifikasi di bawah dinasti Qin. |
Apabila ditemui dalam novel umumnya ada elemen time skip ataupun lompatan waktu ke depan yang tidak diberitahukan ke pembacanya. seketika saja si jagoan telah membawahi sekian ribu ataupun puluh ribu orang tanpa terdapat uraian yang jelas. film juga sama saja, sebagian adegan kemudian seketika telah begitu.
Uniknya lagi apabila peristiwa yang sama diulang, hingga di masing- masing kemenangan jumlah pasukan si jagoan hendak terus menjadi membesar. dari awal mulanya seribu prajurit misalnya, jadi belasan, puluhan, hingga ratusan ribu orang. seluruhnya terjalin tanpa uraian yang memuaskan menimpa darimana extra pasukan tersebut dapat didapatkan.
Nampak tidak logis sebab dalam perang sepatutnya suatu pasukan lumrah kehabisan prajurit terlebih dalam perang besar yang memakan banyak korban. jelas menurun bukan meningkat. namun tampaknya perihal ini bersumber pada dari catatan serta dokumen sejarah. bukan hoax penulis novel ataupun film namun benar realitas sejarah. lho kok mampu?
Prajurit Ashigaru yang jumlahnya membengkak seiringan dengan banyaknya pertempuran yang dimenangkan oleh para Daimyo di Jepang |
Buat menguasai" fenomena" ini kita wajib memandang komposisi pasukan terlebih dulu. dalam satu pasukan ada elit pasukan ataupun inti semacam vanguard troops, kemudian induk pasukan sekalian cadangan. dari beberapa 10 ribu orang berarti komposisi pasukan elit garis depannya( 30%) dekat 3000 orang. sebaliknya pasukan utama serta cadangan dekat 7000 orang.
Apabila dalam perang pasukan elit tersebut sirna hingga ke 7000 orang prajurit sisanya umumnya kehabisan motivasi tempur kemudian menyerah. perihal ini terjalin karena tidak hanya dari vanguard troops, pasukan yang lain ialah prajurit sekunder yang kurang terlatih serta belum lama jadi tentara. sebagian besar dari mereka merupakan rekrutan baru yang digunakan buat tugas- tugas pendukung.
Pasukan sekunder ini digunakan buat mengurusi logistik, revisi jalur, melindungi camp, menggali sumur, serta membenarkan seluruh proses yang lain mudah sehingga perbekalan santapan serta peralatan tempur dapat ada di garis depan. sejatinya keahlian tempur ataupun kombatan mereka terbilang rendah sebab disiplin serta motivasi yang meragukan.
Pada dasarnya mereka gak lebih dari petani, pandai besi, pengrajin kecil, peternak ataupun kuli bangunan. turut perang sebab alibi tidak mampu membayar pajak sehingga turut militer ataupun tertarik dengan janji ketersediaan santapan, kompensasi pendapatan serta bonus duit apabila pihak mereka menang. mayoritas cuma diberikan pelatihan pendek serta perlengkapan yang seadanya.
Tidak perlu pasukan elit untuk menjaga titik-titik pertahanan dengan efektif |
Sifatnya yang cuma sedangkan membuat mereka berbeda dengan prajurit penuh waktu yang mendalami dunia militer. sebab itu keahlian tempur mereka cuma efisien digunakan apabila bertepatan dengan pasukan yang lebih elit. mereka bermanfaat bagaikan force multiplier dalam bermacam suasana spesial dimana kedatangan banyak prajurit dibutuhkan semacam dalam pengepungan sesuatu kota ataupun penjagaan banyak titik- titik pertahanan.
Pasukan sekunder tidak sering dapat berdiri sendiri bagaikan suatu kesatuan tempur yang utuh. kalaupun dipaksakan dengan perintah ataupun komando militer umumnya mereka gampang sirna apalagi kala melawan pasukan lawan yang jauh lebih kecil. mereka pula rawan resiko melarikan diri meski dengan ancaman hukuman berat.
Motivasi serta moral yang kurang baik diawali dari dini pendirian pasukan yang kerap pula diucap bagaikan levied troops. acapkali pasukan tersebut dibangun secara dadakan buat suatu perang besar. tidak direncanakan maupun dilengkapi serta dilatih dengan baik. kesan yang mencuat secara internal, asalkan nambah- nambah jumlah prajurit buat mengalami ataupun menakut- nakuti lawan.
Bayangkan pasukan tersebut yang baru sebagian minggu kemudian masih menjabat macam- macam bagaikan sipil seketika wajib mengalami pasukan lawan dalam medan tempur beneran. sementara itu yang berbeda cuma keahlian baris- berbaris, seragam serta tombak. apa jadinya? pasti kepanikan serta ketakutan, terlebih jika pasukan handal yang mereka anggap elit dihancurkan oleh serbuan musuh.
Tamat telah, tentu lekas kecut serta memilah kabur. perihal ini senantiasa terjalin dalam sejarah, baik di romawi- eropa, persia- asia tengah, maupun dinasti- dinasti Cina serta jepang. nah, pada mayoritas permasalahan pasukan- pasukan pelarian berjumlah besar ini hendak diserap ke dalam pasukan pemenang( kecuali terdapat semacam dendam ataupun hal- hal spesial yang lain).
Ritual penyerahan pasukan yang umum terjadi sebelum dicampur ke dalam pasukan sendiri |
Penyerahan pasukan sekunder inilah yang menjadikan sesuatu pasukan malah meningkat sehabis menempuh pertempuran terlepas dari korban jiwa yang dideritanya. terus menjadi banyak perang yang dialami asalkan terus menang hingga jumlah prajurit dapat terus meningkat. belum lagi sebab aspek sistem feodal dimana loyalitas ataupun kesetiaan lumrah beralih kepada pemenang.
Merupakan normal untuk para keluarga, kota ataupun suku feodal yang kalah perang buat melaporkan kesetiaan mereka kepada pemenang. dalam statment kesetiaan itu salah satu fakta tulusnya mereka tunduk ataupun takluk merupakan dengan membagikan prajurit terbaik mereka kepada pemenang buat mencapai jasa dalam pertempuran berikutnya.
Sebab itu Alexander the Great dari ribuan orang jadi puluhan ribu sehabis melanda kerajaan- kerajaan Persia. Cao Cao dari ribuan pasukan jadi puluhan serta ratusan ribu sementara itu terus hadapi pertempuran dalam masa 3 kerajaan belum lagi terdapatnya musibah kelaparan. pula gimana Nobunaga serta Hideyoshi dari ribuan pengikut jadi puluhan ribu pasukan kala mengalami front barat.
Alexander Agung menerima penyerahan seorang raja beserta pasukannya |
Dapat ditentukan demikian. akumulasi prajurit dengan metode lain semacam rektrutmen di daerah sendiri belum pasti efisien tidak hanya dari memberatkan kehidupan warga. sebab jumlah populasi di masa medieval masih sangat terbatas. ditambah dengan produktivitas yang masih rendah sehingga aktivitas yang mendasar semacam pertanian, peternakan, irigasi serta kerajinan kecil menyita sebagian besar tenaga kerja umur produktif.
Cuma sebagian kecil dari populasi yang berkesempatan jadi prajurit. umumnya golongan atas yang telah berkecukupan dalam perihal sandang, papan, pangan sehingga leluasa memilah profesi lain tanpa membuat keluarganya kelaparan. untuk mayoritas penduduk yang lain mereka wajib bekerja di ladang ataupun beternak buat memadai santapan tiap hari.
Post a Comment for "Sejarah semboyan pahlawan Mati satu tumbuh seribu"