Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menguak 5 Sejarah unik Wayang Cirebon

Anda pernah mendengar nama Wayang Cirebon?
Wayang adalah salah satu identitas kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa yang sangat lekat dengan kesenian wayang dalam kehidupan mereka.

Jenis wayang pun bermacam-macam diantaranya: wayang orang/wong (yang berkembang di Jawa Timur), wayang kulit (berkembang di Jawa Tengah dan Yogyakarta), dan wayang golek (berbentuk boneka kayu yang berkembang di Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan).

Wayang wong biasanya diperankan oleh manusia dan wayang golek umumnya berbentuk boneka kayu sehingga memiliki bentuk tiga dimensi. Sementara wayang kulit berbentuk dua dimensi di mana dalam setiap pertunjukan yang ditonton oleh penonton adalah bayangan wayang yang ditampilkan pada layar.

Dalam pementasannya wayang memiliki pakem atau sempalan cerita yang hampir sama yaitu umumnya merujuk pada kisah Ramayana dan Mahabharata. Namun dalam setiap pertunjukan, dalang memiliki keleluasaan untuk memodifikasi cerita atau menambahkan pesan-pesan moral dalam lakon yang akan disampaikan.

Kerajinan wayang tidak hanya didominasi oleh Jawa Tengah dan Yogyakarta. Jika Anda berkunjung ke Cirebon, Anda akan menemukan sentra kerajinan wayang khas Cirebon yang berbeda dengan wayang dari daerah lainnya.

Kesenian wayang di Cirebon mulai tumbuh dan berkembang sejak dibawa oleh Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga. Menurut Babad Cirebon, Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali melakukan pertunjukan wayang sekaligus menjadi dalangnya dengan diiringi gamelan sekaten asli Cirebon.


Riwayat Wayang Cirebon

Masyarakat Cirebon sangat berbangga karena Wayang Cirebon memiliki keragaman bentuk seperti yang dituliskan oleh Tim Penulisan Naskah Kebudayaan Jawa Barat dan Wayang Kulit Purwa oleh Sukatno B.A. dalam buku “Sejarah Seni Budaya Jawa Barat”.


1. Wayang Kulit

Wayang Kulit Cirebon dibuat terutama dari kulit sapi atau kulit kerbau yang diberi kerangka dari bambu dilengkapi dengan gagang atau pegangan yang disebut /cempurit/ yang berfungsi untuk menggerakkan wayang serta menancapkan wayang tersebut pada batang pisang.

Setiap wayang memiliki bentuk, wajah, dan warna yang khas sesuai dengan karakteristik dan sifat masing-masing tokohnya. Wayang kulit di Cirebon juga biasa dikenal sebagai Wayang Purwa karena dipandang sebagai jenis wayang paling awal (purwa = awal/permulaan)


2. Wayang Golek


Kesenian wayang golek pertama kali dikenalkan oleh pembuatnya yaitu Sunan Kudus pada tahun 1583. Setelah menyebar di Jawa, kesenian wayang golek juga masuk ke Cirebon menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Barat terutama di kalangan masyarakat kelas atas atau kelompok elit.

Wayang golek yang saat itu banyak dipentaskan dalam Bahasa Jawa kurang begitu populer hingga situasi ini berubah ketika Jawa Barat berada di bawah pengaruh kekuasaan Mataram dan dilanjutkan dengan masa tanam paksa di mana penduduk Jawa Tengah pindah ke Jawa Barat.

Pada masa itu terjadi perkembangan baru dalam kesenian wayang, yaitu wayang yang biasa terbuat dari kulit, mulai diganti bahan pembuatannya dengan papan tipis. Seiring waktu dari abad 19 ke abad 20, wayang yang terbuat dari papan tipis ini mulai berbentuk seperti boneka dan dikenal sebagai wayang golek hingga sekarang ini.

Dalam pementasannya di Cirebon sendiri wayang golek mulai dipentaskan dalam Bahasa Sunda sehingga digemari oleh masyarakat luas. Terlebih dalam setiap pementasan wayang golek, sang dalang senantiasa menyisipkan cerita yang mengandung pesan moral.

Di Cirebon, wayang golek memiliki sebutan khusus yaitu wayang bendo atau wayang cepak. Disebut demikian karena tutup kepala wayang tersebut berbentuk seperti bendo atau rambut yang dicepak. Wayang Bendo dimainkan oleh dalang dengan diiringi gamelan.


3. Wayang Kulit Cirebon

Wayang kulit sebagai salah satu unsur budaya masyarakat memiliki peran yang penting dalam perkembangan sejarah Islam di Cirebon. Ketika dipentaskan dalam berbagai acara seperti perayaan kelahiran, sunatan, resepsi pernikahan, ataupun upacara tolak bala, wayang kulit tidak hanya berfungsi sebagai sarana rekreatif yang menghibur masyarakat.

Namun, wayang kulit juga memiliki fungsi religiusitas di mana di dalam pertunjukan wayang tersebut juga diselipkan muatan dakwah dan pesan-pesan keagamaan.

Asal-usul wayang menurut Ardian Kresna (2012:17) dimulai sekitar tahun 1500 SM di mana masyarakat pada saat itu meyakini bahwa setiap benda yang hidup pasti mempunyai ruh baik dan ruh jahat. Kemudian wayang dibuat sebagai bentuk ilusi atau bayangan serta perwujudan dari upaya penggambaran kehidupan manusia pada umumnya.

Wayang kemudian menjadi bagian dari prosesi upacara keagamaan pada masyarakat Hindu dan Budha dengan ditambahkannya sesaji. Kemudian, ketika Islam masuk, para Wali Songo menggunakan wayang tersebut untuk menyebarkan agama dengan menyisipkan nama-nama dan lakon cerita yang bernafaskan Islam.

Mengacu pada penjelasan Musium Wayang, para Wali Songo saat berperan dalam mempengaruhi bentuk wayang kulit di Cirebon. Ciri khas Wayang Kulit Cirebon adalah menggunakan pakaian, sementara wayangnya berwarna cat kehijauan dengan bentuk tatahan halus.

Hal ini terlihat pada Batara Kala atau Batara Narada yang memakai baju dan tidak bertelanjang dada, berbeda dengan wayang kulit Purwa dari Yogyakarta dan Surakarta, di mana para Dewa tidak memakai baju.

Dengan tujuan untuk penyebaran agama Islam itu sendiri, pakem ceritera Wayang di Cirebon masih mengacu pada Kitab Ramayana dan Mahabharata kemudian oleh Sunan Panggung (Sunan Kalijogo) ceritanya dibuat bernafaskan Islam kemudian diperbarui dan disesuaikan dengan dasar-dasar ajaran agama Islam.

Tokoh punakawan pun menjadi 9 orang yang melambangkan jumlah 9 orang Wali Songo yang menjalankan dakwah Islamiyah diantaranya: Semar, Bagong, Ceblek, Gareng, Dawala, Cingkring, Witorata, Bagol Buntung, dan Curis.


4. Sentra Wayang di Cirebon

Kecamatan Geugeusik Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat telah lama dikenal sebagai sentra kerajinan wayang di Cirebon. Jika Anda berminat untuk mengetahui proses pembuatan dan mengenal lebih jauh wayang khas Cirebon ini, maka pastikan Anda berkunjung ke daerah ini.

Kecamatan Geugeusik hanya berjarak 20 km dari Kota Cirebon dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar setengah jam dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Jadi jangan sampai dilewatkan, siapa tahu Anda bisa mendapatkan wayang dengan kualitas terbaik dan harga yang miring dengan berkunjung langsung ke sentranya.


5. Penjualan Wayang Cirebon

Anda yang berminat untuk membeli atau melengkapi koleksi wayang Anda dengan Wayang Cirebon, Anda bisa mendapatkannya di Cirebon atau di daerah lain seputar Cirebon seperti Tegal, Brebes, Majalengka, dan Indramayu. Untuk harga mungkin agak membuat Anda sedikit terpengarah tapi sesungguhnya sepadan dengan nilai budaya, historis, dan artistic yang dikandung oleh wayang tersebut.

Harga Wayang Cirebon berkisar 2-3 juta rupiah. Anda juga mesti menyiapkan dana puluhan juta hingga ratusan juta rupiah jika Anda ingin mengoleksi satu set wayang yang terdiri atas 275 tokoh pewayangan. Tentunya harga tidak menjadi soal bukan, jika Anda memang memiliki minat yang besar dalam upaya pelestarian budaya bangsa ini.

***
Sumber : AnneAhira

Post a Comment for "Menguak 5 Sejarah unik Wayang Cirebon"