4 hukum arisan menurut islam halal atau haram
Baca hingga abis, sebab jawaban dari persoalan kamu, untuk membahas 4 hukum arisan menurut islam halal atau haram??
Hakekat arisan ini merupakan tiap orang dari anggotanya meminjamkan duit kepada anggota yang menerimanya serta meminjam dari orang yang telah menerimanya kecuali orang yang awal memperoleh arisan hingga dia jadi orang yang berhutang terus sehabis memperoleh arisan, pula orang yang terakhir memperoleh arisan, hingga dia senantiasa jadi pemberi hutang kepada anggota.
Bersumber pada perihal ini, apabila salah seseorang anggota mau keluar dari arisan pada putaran awal diperbolehkan sepanjang belum sempat berhutang( belum menarik arisannya). Apabila sudah berhutang hingga dia tidak memiliki hak buat keluar sampai berakhir putaran arisan tersebut sempurna ataupun melunasi hutang- hutang kepada tiap anggota arisan.
Bersumber pada definisi diatas, para Ulama membagikan 3 wujud arisan yang universal tersebar di dunia; ialah: Awal: Beberapa orang bersepakat buat tiap- tiap mereka membayarkan beberapa duit yang sama yang dibayarkan pada tiap akhir bulan ataupun akhir semester serta semisalnya.
Setelah itu seluruh duit yang terkumpul dari anggota diserahkan dalam bulan awal buat salah seseorang dari mereka serta pada bulan selanjutnya buat yang lain serta seterusnya cocok konvensi mereka. Demikian seterusnya sampai tiap orang menerima jumlah duit yang sama dengan yang diterima oleh anggota tadinya.
Arisan ini dapat bersinambung dalam 2 putaran ataupun lebih bergantung konvensi serta keridhaan partisipan. Dalam wujud ini tidak terdapat ketentuan wajib menyempurnakan satu putaran.
Kedua: Wujud ini menyamai wujud yang awal, tetapi terdapat bonus ketentuan seluruh partisipan tidak boleh menyudahi sampai sempurna satu putaran. Ketiga: Wujud ini mirip dengan wujud kedua, cuma saja terdapat bonus ketentuan wajib menyambung dengan putaran selanjutnya.
Hukum Arisan Secara Universal Terdapat 2 komentar para Ulama dalam menghukumi arisan dalam wujud yang dipaparkan dalam hakekat arisan diatas, tanpa terdapat ketentuan wajib menyempurnakan satu putaran penu
Komentar awal mengharamkannya. Inilah komentar Syaikh Profesor. Dokter. Shalih bin Abdillah al- Fauzan, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh( mufti Saudi Arabia saat ini) dan
Syaikh Abdurrahman al- Barak. Argumentasi mereka merupakan: 1. Tiap partisipan dalam arisan ini cuma menyerahkan uangnya dalam akad hutang bersyarat ialah menghutangkan dengan ketentuan diberi hutang pula dari partisipan yang lain. Ini merupakan hutang yang bawa keuntungan( qardh jarra manfaatan). Sementara itu para Ulama setuju seluruh hutang yang membagikan kemanfaatan hingga itu merupakan haram serta riba,
semacam dinukilkan oleh Ibnu al- Mundzir dalam kitab al- Ijma’, taman ke- 120 serta Ibnu Qudamah dalam al- Mughni 6/ 346. 2. Hutang yang disyariatkan merupakan menghutangkan dengan tujuan mengharap wajah Allah serta menolong meringankan orang yang berhutang.
Oleh sebab itu dilarang orang yang menghutangkan menjadikan hutang bagaikan fasilitas mengambil keuntungan dari orang yang berhutang. 3.
Dalam arisan terdapat persyaratan akad( transaksi) di atas transaksi. Jadi semacam 2 jual beli dalam satu transaksi( bai’ atain fi bai’ ah) yang dilarang oleh Rasulullah Shallahu‘ alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu‘ alihi wa sallam yang berbunyi:
نَهَىالنَّبِيُّصلّاللهعليهوسلّمعَنْبَيْعَتَيْنِفِيْبَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu‘ alaihi wa sallam melarang 2 jual beli dalam satu jual beli[HR. Ahmad serta dihasankan Syaikh al- Albani dalam Irwa’ ul Ghalil 5/ 149]
Itu merupakan komentar sekelompok Ulama yang awal, sebaliknya kelompok yang lain berkomentar kalau arisan itu boleh. Inilah fatwa dari al- hafizh Abu Zur’ ah al-‘ raqi( meninggal tahun 826),( amati Hasyiyah al- Qalyubi 2/ 258) fatwa kebanyakan anggota dewan majlis Ulama besar( Hai’ ah Kibaar al- Ulama) Saudi Arabia, diantara mereka Syaikh Abdulaziz bin Baz( mufti Saudi Arabia terdahulu) serta Syaikh
Muhammad bin shalih al- Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin. Argumentasi mereka merupakan:
1. Wujud semacam ini tercantum yang diperbolehkan syariat, sebab hutang yang menolong meringankan orang yang berhutang. Orang yang berhutang bisa menggunakan duit tersebut dalam waktu tertentu setelah itu dia mengembalikannya cocok dengan jumlah urnag yang diambilnya tanpa terdapat akumulasi serta pengurangan. Inilah hakekat hutang( al- qardh al- mu’ tad) yang telah diperbolehkan bersumber pada nash- nash syariat serta ijma’ para Ulama.
Arisan merupakan salah satu wujud hutang. Hutang dalam arisan seragam dengan hutang- hutang biasa, cuma saja dalam arisan berkumpul padanya hutang serta menghutangkan( piutang) dan pemanfaatan lebih dari seseorang.
Tetapi keadaan ini tidak menimbulkan ia terlepas dari hakekat serta penamaan hutang.
2. Hukum asal dalam transaksi muamalah merupakan halal. Seluruh transaksi yang tidak terdapat dalil syariat yang mengharamkannya diperbolehkan. Anggap saja arisan ini tidak tercantum tipe hutang, hingga dia senantiasa pada hukum asalnya ialah diperbolehkan sepanjang tidak terdapat dalil shahih yang melarangnya.
3. Arisan berisi faktor kerjasama, tolong- menolong dalam kebaikan serta takwa, sebab dia merupakan salah satu metode menutupi kebutuhan orang yang perlu serta membantu mereka buat menghindari mu’ amalat terlarang.
4. Khasiat yang didapatkan dari arisan ini tidak kurangi sedikit juga harta orang yang minjam duit serta kadangkala orang minjam memperoleh khasiat yang sama ataupun nyaris sama dengan yang yang lain. Sehingga mashlahat( kebaikannya) didapatkan serta hendak dialami oleh segala partisipan arisan serta tidak terdapat seseorang juga yang hadapi kerugian ataupun memperoleh bonus khasiat pada pemberi hutangan yang jadi tanggungan peminjam. Syariat yang suci ini tidak hendak mengharamkan kemashlahatan yang tidak berisi kemudharatan.
Makalah ini disarikan dari novel Jum’ iyyah al- Muwadzdzafin( al- Qardh at- Ta’ awuni) karya Profesor. Dokter. Abdullah bin Abdulaziz Ali Jibrin, hlm 5- 56, terbitan Dar alam al- Fawaid, cetakan awal/ Dzulqa’ dah 1419H
Hakekat arisan ini merupakan tiap orang dari anggotanya meminjamkan duit kepada anggota yang menerimanya serta meminjam dari orang yang telah menerimanya kecuali orang yang awal memperoleh arisan hingga dia jadi orang yang berhutang terus sehabis memperoleh arisan, pula orang yang terakhir memperoleh arisan, hingga dia senantiasa jadi pemberi hutang kepada anggota.
Bersumber pada perihal ini, apabila salah seseorang anggota mau keluar dari arisan pada putaran awal diperbolehkan sepanjang belum sempat berhutang( belum menarik arisannya). Apabila sudah berhutang hingga dia tidak memiliki hak buat keluar sampai berakhir putaran arisan tersebut sempurna ataupun melunasi hutang- hutang kepada tiap anggota arisan.
Bersumber pada definisi diatas, para Ulama membagikan 3 wujud arisan yang universal tersebar di dunia; ialah: Awal: Beberapa orang bersepakat buat tiap- tiap mereka membayarkan beberapa duit yang sama yang dibayarkan pada tiap akhir bulan ataupun akhir semester serta semisalnya.
Setelah itu seluruh duit yang terkumpul dari anggota diserahkan dalam bulan awal buat salah seseorang dari mereka serta pada bulan selanjutnya buat yang lain serta seterusnya cocok konvensi mereka. Demikian seterusnya sampai tiap orang menerima jumlah duit yang sama dengan yang diterima oleh anggota tadinya.
Arisan ini dapat bersinambung dalam 2 putaran ataupun lebih bergantung konvensi serta keridhaan partisipan. Dalam wujud ini tidak terdapat ketentuan wajib menyempurnakan satu putaran.
Kedua: Wujud ini menyamai wujud yang awal, tetapi terdapat bonus ketentuan seluruh partisipan tidak boleh menyudahi sampai sempurna satu putaran. Ketiga: Wujud ini mirip dengan wujud kedua, cuma saja terdapat bonus ketentuan wajib menyambung dengan putaran selanjutnya.
Hukum Arisan Secara Universal Terdapat 2 komentar para Ulama dalam menghukumi arisan dalam wujud yang dipaparkan dalam hakekat arisan diatas, tanpa terdapat ketentuan wajib menyempurnakan satu putaran penu
Komentar awal mengharamkannya. Inilah komentar Syaikh Profesor. Dokter. Shalih bin Abdillah al- Fauzan, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh( mufti Saudi Arabia saat ini) dan
Syaikh Abdurrahman al- Barak. Argumentasi mereka merupakan: 1. Tiap partisipan dalam arisan ini cuma menyerahkan uangnya dalam akad hutang bersyarat ialah menghutangkan dengan ketentuan diberi hutang pula dari partisipan yang lain. Ini merupakan hutang yang bawa keuntungan( qardh jarra manfaatan). Sementara itu para Ulama setuju seluruh hutang yang membagikan kemanfaatan hingga itu merupakan haram serta riba,
semacam dinukilkan oleh Ibnu al- Mundzir dalam kitab al- Ijma’, taman ke- 120 serta Ibnu Qudamah dalam al- Mughni 6/ 346. 2. Hutang yang disyariatkan merupakan menghutangkan dengan tujuan mengharap wajah Allah serta menolong meringankan orang yang berhutang.
Oleh sebab itu dilarang orang yang menghutangkan menjadikan hutang bagaikan fasilitas mengambil keuntungan dari orang yang berhutang. 3.
Dalam arisan terdapat persyaratan akad( transaksi) di atas transaksi. Jadi semacam 2 jual beli dalam satu transaksi( bai’ atain fi bai’ ah) yang dilarang oleh Rasulullah Shallahu‘ alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu‘ alihi wa sallam yang berbunyi:
نَهَىالنَّبِيُّصلّاللهعليهوسلّمعَنْبَيْعَتَيْنِفِيْبَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu‘ alaihi wa sallam melarang 2 jual beli dalam satu jual beli[HR. Ahmad serta dihasankan Syaikh al- Albani dalam Irwa’ ul Ghalil 5/ 149]
Itu merupakan komentar sekelompok Ulama yang awal, sebaliknya kelompok yang lain berkomentar kalau arisan itu boleh. Inilah fatwa dari al- hafizh Abu Zur’ ah al-‘ raqi( meninggal tahun 826),( amati Hasyiyah al- Qalyubi 2/ 258) fatwa kebanyakan anggota dewan majlis Ulama besar( Hai’ ah Kibaar al- Ulama) Saudi Arabia, diantara mereka Syaikh Abdulaziz bin Baz( mufti Saudi Arabia terdahulu) serta Syaikh
Muhammad bin shalih al- Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin. Argumentasi mereka merupakan:
1. Wujud semacam ini tercantum yang diperbolehkan syariat, sebab hutang yang menolong meringankan orang yang berhutang. Orang yang berhutang bisa menggunakan duit tersebut dalam waktu tertentu setelah itu dia mengembalikannya cocok dengan jumlah urnag yang diambilnya tanpa terdapat akumulasi serta pengurangan. Inilah hakekat hutang( al- qardh al- mu’ tad) yang telah diperbolehkan bersumber pada nash- nash syariat serta ijma’ para Ulama.
Arisan merupakan salah satu wujud hutang. Hutang dalam arisan seragam dengan hutang- hutang biasa, cuma saja dalam arisan berkumpul padanya hutang serta menghutangkan( piutang) dan pemanfaatan lebih dari seseorang.
Tetapi keadaan ini tidak menimbulkan ia terlepas dari hakekat serta penamaan hutang.
2. Hukum asal dalam transaksi muamalah merupakan halal. Seluruh transaksi yang tidak terdapat dalil syariat yang mengharamkannya diperbolehkan. Anggap saja arisan ini tidak tercantum tipe hutang, hingga dia senantiasa pada hukum asalnya ialah diperbolehkan sepanjang tidak terdapat dalil shahih yang melarangnya.
3. Arisan berisi faktor kerjasama, tolong- menolong dalam kebaikan serta takwa, sebab dia merupakan salah satu metode menutupi kebutuhan orang yang perlu serta membantu mereka buat menghindari mu’ amalat terlarang.
4. Khasiat yang didapatkan dari arisan ini tidak kurangi sedikit juga harta orang yang minjam duit serta kadangkala orang minjam memperoleh khasiat yang sama ataupun nyaris sama dengan yang yang lain. Sehingga mashlahat( kebaikannya) didapatkan serta hendak dialami oleh segala partisipan arisan serta tidak terdapat seseorang juga yang hadapi kerugian ataupun memperoleh bonus khasiat pada pemberi hutangan yang jadi tanggungan peminjam. Syariat yang suci ini tidak hendak mengharamkan kemashlahatan yang tidak berisi kemudharatan.
Makalah ini disarikan dari novel Jum’ iyyah al- Muwadzdzafin( al- Qardh at- Ta’ awuni) karya Profesor. Dokter. Abdullah bin Abdulaziz Ali Jibrin, hlm 5- 56, terbitan Dar alam al- Fawaid, cetakan awal/ Dzulqa’ dah 1419H
Post a Comment for "4 hukum arisan menurut islam halal atau haram"