Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Wasiat Terakhir Sunan Gunung Jati


Warta Cirebon: Petatah-petitih yang dikenal sebagai gugon tuwon (berasal dari kata gugu artinya ditaati dan diikuti dan kata tuwa artinya orang tua). Gugon Tuwon merupakan kalimat yang mengandung nasehat, mengajarkan tentang hidup, dan perilaku yang semestinya dijalani manusia. Keberadaannya mampu menjadi bahasa yang komunikatif da|am syiar Islam yang ternyata tidak hanya cocok pada masanya namun masih sangat kontekstual dengan kondisi kekinian. Itulah mengapa petatah petitih ini menjadi bagian dari keseharian filosofi dan cara pandang masyarakat Cirebon.

Salah satu yang paling terkenal adalah "lngsun titip tajug Ian fakir-miskin" yang artinya "saya titip masjid dan fakir miskin."

Pepatah ini mengandung nilai untuk memakmurkan masjid dan para fakir miskin. Cirebon, di setiap sudutnya bisa kita temukan masjid, mushalla, langgar, atau dalam bahasa Cerbon disebut Tajug. Tajugpun tidak sekedar menjadi tempat sholat dan kegiatan Ibadah ritual saja. Berbagai kegiatan Ibadah sosial berawal dari diskusi di Tajud.

Dalam konteks kekinian Tajug kemudian dimaknai secara lebih luas menjadi lembaga pendidikan. Cirebon dikenal sebagai kota dengan jumlah lembaga pendidikan agama atau pesantren yang sangat banyak. Sedangkan konteks fakir miskin tidak lagi hanya dipandang dari sisi materi, tetapi secara lebih luas dimaknai sebagai kekurangan/miskin ilmu, pengetahuan dan sejenisnya. Petatah petitih ini berakar dari kearifan lokal masyarakat Cirebon dan sejatinya selalu menumbuhkan kepedulian terhadap dunia pendidikan

Post a Comment for "Sejarah Wasiat Terakhir Sunan Gunung Jati "