Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah mistis Suku Mentawai

Wartacirebon.com: Karena Ada sedikit kerjaan di Sumatra barat maka kami putuskan untuk sedikit menguak mitos Religi Suku mentawai.

Konsep Religi dan Mitos Suku Mentawai:

Suku Mentawai tinggal di Pulai Pagai Utara, Pagai Selatan, Siberut dan Sipora yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatra Barat, Sistem kepercayaan asli Orang Mentawai adalah Ara Sabulungan, yang artinya agama daun-daunan. Disebut agama daun, karena dalam setiap ritualnya, Suku Mentawai selalu menggunakan daundaunan sebagai perangkat pokok. Melalui kepercayaan ini mereka meyakini bahwa daun-daun tertentu memiliki kekuatan gaib. 

Pola pikir dan setiap aspek kehidupan Orang Mentawai sangat dijiwai oleh kepercayaan mereka terhadap roh yang terdapat dimana saja, apakah manusia, hewan, tumbuhan, maupun benda-benda biasa. Roh adalah semacam padanan spiritual dari segala sesuatu yang ada yang merupakan makhluk individu

yang dapat melepaskan diri dari tubuh “kasar” dan berkelana secara mandiri. Sewaktu mengembara, roh-roh saling bertemu, dan dapat saling mempengaruhi. Ini berlaku baik bagi roh segala sesuatu yang nampak, maupun roh nenek moyang serta kelompok roh yang baik dan yang jahat yang tinggal di sekitar. Roh terwujud bersama jasad yang ditempati, namun apabila jasad binasa, roh tetap hidup terus. 

Religi Ara Sabulungan meyakini adanya dua kehidupan di alam nyata dan alam supranatural. Alam supranatural (kelsat) adalah tempat dimana kehidupan roh terdapat roh-roh leluhur dan roh halus. Orang Mentawai percaya di dunia ini bersemayam roh-roh yang memiliki kekuatan untuk mendatangkan kemalangan atau bencana. Ada tiga roh yang dijadikan pujaan yakni roh daun (tai kabagalkoat), roh hutan dan gunung (tai kaleleu) dan roh langit (tai kamanua). Ketiga roh ini menyampaikan amanatnya kepada manusia melalui sanitu yaitu penjelmaan orang yang telah mati. Dalam rangka memuja roh, orang Mentawai melaksanakan berbagai pantangan pada masa tabu (punen) yang dianggap keramat. Setiap orang memiliki pantangan yang berbeda-beda sesuai dengan kedudukannya (Melalatoa 1995: 550). 

Salah satu mitos yang dikenal oleh hampir semua penduduk Mentawai adalah mitos Simatalu yang berarti Tuhan. Mitos ini menceritakan asal-usul penduduk Mentawai, dari kata Simatalu ini kemudian menjadi Mentawai. Mitos lain yang menceritakan tentang asal-usul Suku Mentawai adalah seorang anak 

muda yang bernama Amalawe yang datang dari Nias dan kemudian terdampar di Pulau Siberut dan menurunkan generasi Mentawai. 

Mitos dan religi Orang Mentawai hampir selalu tergambar jelas dalam perilaku sehari-hari. Bahkan saat memasuki rumah (uma), sudah dihadapkan pada serambi yang terbagi menjadi dua, yakni daerah untuk menerima tamu dan daerah yang bersifat sakral. Sebelum memasuki ruangan dalam tempat ruang perapian (purusuat), terdapat deretan tengkorak siamang (bilou) dan tengkorak kijang yang melambangkan jembatan dari alam nyata ke alam supranatural. Jembatan ini digunakan oleh jiwa untuk menuju alam supranatural dan jalan bagi roh leluhur untuk menengok keturunannya. 

Komunitas Mentawai mengenal sikerei (dukun) sebagai orang yang memiliki kedudukan sangat terhormat, karena dianggap dapat berhubungan dengan roh, mampu menyembuhkan berbagai penyakit serta bisa meramal masa depan. Tidak semua orang dapat menjadi sikerei, kecuali orang-orang yang terpilih yang mau belajar tarian-tarian, obat-obatan dan ritual keagamaan. Atribut sikerei selalu dihubungkan dengan kepercayaan seperti perlengkapan untuk kepala terdiri dari tiga susun ikat kepala rotan, bulu ayam jantan, akar-akaran, manik-manik yang semuanya dipadu dengan daun-daunan. Atribut tersebut melambangkan sikerei mampu berkomunikasi dengan roh hutan, roh bumi dan roh air. 

Berbagai larangan atau taboo mengikuti kegiatan sikerei, antara lain sikerei dilarang memakan daun pakis, kadal, burung enggang, belut dan monyet. Mereka percaya, jika melanggar larangan ini sikerei akan langsung meninggal dunia.

Post a Comment for "Sejarah mistis Suku Mentawai"