Merinding.!! Begini Rupanya Cara Hidup Di Hutan | Mistri serta mitos suku anak Dalam
Admin masih di sumatra selatan untuk menlelusuri sejarah dan budaya tentang suku anak Dalam.
Suku Anak Dalam banyak ditemukan di pinggiran belanm hum hmbi dan Sumatra Selatan. Sebagian besar dan mereka masih menjalankan pola nomaden dan menggantung… hidup dari berburu meramu hasil hutan. Suku Anak Dalam menganut kepercayaan asli animume dan dlnammm Konsep religi.
mereka pada hakekatnya adalah rangkaian keyakinan supranatural, aktivitas upacara-upacara serta sarana-sarana yang berfungsi melaksanakan komunikasi antara manusia dengan supranatural, seperti makna hidup, mati, bencana dan nilai-nilai lain. Suku Anak Dalam mengakui adanya dewa, hantu atau setan, dan roh-roh yang dipercaya dapat menolong atau mendatangkan kesulitan pada manusia yang masih hidup. Dewa dan hantu diyakini sebagai penghuni tempat-tempat tertentu, misalnya kayu besar, bukit, hulu sungai, atau tebing. Merupakan suatu pantangan atau tabu untuk melewati tempat-tempat yang dianggap angker. Jika seseorang melanggar pantangan tersebut, akan jatuh sakit yang hanya bisa disembuhkan melalui upacara basale untuk mohon ampun.
Suku Anak Dalam percaya adanya Tuhan yang mereka sebut sebagai Raja Nyawa, yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi daripada dewa dan setan yang menentukan hidup matinya manusia. Mereka percaya orang yang mati, rohnya akan berpulang ke Raja Nyawa. Suatu penyakit atau peristiwa kematian dianggap kesialan yang disebabkan karena diganggu oleh makhluk halus atau roh jahat. Menurut kepercayaan, jika dewa atau toh penunggu marah, hams diadakan upacara basaie untuk meredakan kemarahan dewa.
Suku Anak Dalam menganggap bahwa roh orang yang telah mati dapat terus hidup di dunia lain. Jika ada keluarga yang bersekunder tingkat kedua terbuat dari kayu yang disangga 2 tiang. Sedangkan kariring adalah bangunan sekunder terbuat dari kayu yang mempunyai satu tiang Suku Dayak Maanyan mengenal upacara penguburan kedua yang disebut ljambe. Pada saat ijambe, tulang-tulang diambil dari kubur sementara kemudian dibakar dengan masih menyisakan tulang-tulang utuh. Abu dan sisa tulang yang telah diupacarai kemudian bersama bekal kubur dimasukkan dalam kubur sekunder yang disebut tambak.
Masyarakat Dayak Ngaju, Lawangan dan Maanyan percaya, sebelum dilakukan upacara tiwah. wara atau ijambe, roh si mati dianggap masih bergentayangan di sekitar lingkungan manusia dan dapat mengganggu kehidupan keluarga yang masih hidup. Gangguan itu antara lain berupa kegagalan panen, penyakit, dan bahaya-bahaya lain. Oleh karena itu keluarga korban akan merasa berhutang dan tidak tenang sebelum menyelenggarakan upacara tiwah, wara atau ijambe. Penguburan sekunder adalah sarana untuk mencapai kesempurnaan roh di tempat abadi.
Konsep Religi dan Mitos Suku Anak Dalam Suku Anak Dalam banyak ditemukan di pinggiran belantara hutan Jambi dan Sumatra Selatan. Sebagian besar dari mcreka masih menjalankan pola nomaden dan menggantungkan ludup dari berburu meramu hasil hutan. Suku Anak Dalam me nganut kepcmayaan asli animisme dan dinamism. Konsep religi mereka pada hakekatnya adalah rangkaian keyakinan supranatural, aktivitas upacara-upacara sena sarana-sarana yang berfungsi me|aksanakan komunikasi antara manusia dengan supranatural, seperti makna hidup, mati, bencana dan nilai-nilai lain. Suku Anak Dalam mengakui adanya dewa, hantu atau setan, dan roh-roh yang dipercaya dapat menolong atau mendatangkan kesulitan pada manusia yang masih hidup.
Dewa dan hantu diyakini sebagai penghuni tempat-tempat tenentu, misalnya kayu besar, bukit, hulu sungai, atau tebing. Merupakan suatu pantangan atau tabu untuk melewati tempat-tempat yang dianggap angker. Jika seseorang melanggar pantangan tersebut, akan jatuh sakit yang hanya bisa disembuhkan melalui upacara basale untuk mohon ampun.
Suku Anak Dalam percaya adanya Tuhan yang mereka sebut sebagai Raja Nyawa, yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi daripada dewa dan setan yang menentukan hidup matinya manusia. Mereka percaya orang yang mati, rohnya akan berpulang ke Raja Nyawa. Suatu penyakit atau peristiwa kematian dianggap kesialan yang disebabkan karena diganggu oleh makhluk halus atau mhjahat. Menurut kepercayaan, jika dewa atau roh penunggu marah. harus diadakan upacara basale untuk meredakan kemarahan dewa.
Suku Anak Dalam menganggap bahwa roh orang yang telah mati dapat tenis hidup di dunia lain. Jika ada keluarga yang meninggal, segera dibuat pondok yang berukuran tinggi sekitar 1,5-2 meter untuk meletakkan jenasah. Jenasah kemudian dilapisi dengan beberapa kain panjang, diberi beberapa bekal seperti tikar, beras, tembakau, mata uang, dan sebagainya, sebagai bekal untuk melaksanakan kehidupan berikutnya setelah mati. Setelah “merawat jenasah” mereka akan segera meninggalkan kubur atau tempat tinggal lama tersebut, dan mencari tempat tinggal baru. Kegiatan berpindah karena kematian disebut meIangun. Hal ini dilatarbelakangi adanya mitos yang menganggap bahwa tempat orang meninggal merupakan tempat yang dianggap sial dan dibenci para dewa, sehingga tidak baik untuk dihuni manusia. Kepindahan ini juga disebabkan karena keluarga yang ditinggalkan merasa sangat berduka dan tidak dapat menghadapi kenyataan bahwa mereka telah kehilangan anggota keluarganya, sehingga mereka berusaha meninggalkan kenangan yang dapat mengingatkan mereka pada si mati. Roh dan Dewa di kawasan itu tidak bersahabat lagi, sehingga mereka mencari tempat baru dan melupakan tempat lama. Tempat lama tersebut dapat dihuni kembali setelah masa berkabung habis yang umumnya berkisar tiga tahun.
Suku Anak Dalam memandang Dewa sebagai kekuatan besar yang tidak akan merusak bila tidak diganggu. Menurut mereka, dewa banyak tinggal di daerah hulu sungai, pohon besar, kayu besar, gunung, bintang, matahari dll. Bentuk Dewa (dalam bahasa setempat disebut Dewo atau Halim) tidak dapat dilukiskan, tetapi mereka sangat takut akan kekuatan dewa yang dianggap dapat mengambil nyawa manusia. Orang yang dianggap dapat berkomunikasi dengan Dewa adalah dukun atau Tumenggung. Melalui ritual yang dipimpin oleh dukun atau tumenggung, mereka berusaha untuk mendapatkan berkah dari Yang Maha Kuasa.
Beberapa Taboo atau larangan yang dikenal Suku Anak Dalam antara lain pantangan untuk makan harimau atau gajah, berzinah, mendekati lokasi kubur saat berkabung dll. Apabila melanggar salah satu pantangan tersebut, akan dikenakan denda tergantung berat ringannya kesalahan yang dibuat. Hukuman yang paling tinggi adalah dibuang keluar dari kelompoknya.
Post a Comment for "Merinding.!! Begini Rupanya Cara Hidup Di Hutan | Mistri serta mitos suku anak Dalam"