Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ngeri.!! Misteri suku dayak ngaju, lawangan serta maayan

Suku Dayak Ngaju, Lawangan dan Maanyan di Kalimanun mempunyai konsep religi yang hampir sama dengan Suku lain yang berlandaskan pada Kaharingan. Kepercayaan kaharingan dapat digolongkan sebagni dinamisme yang bersifat monoteistis.

Mereka percaya bahwa segala benda dan makhluk memiliki jiwa dan satu Tuhan yaitu Rowing Hatala yang menciptakan alam semesta (Dyson I981: 14). Penganut kaharingm juga percaya pada dewa-dewa (sangiang) yang ikut menguasai kchidupm manusia Untuk membina hubungan baik dengan pan dewa maka manusia menjalani berbagai macam upacara. Keprcayaan Kaharingan didasari keyakinan bahwa alam sekitar dihuni oleh makhluk-makhiuk halus dan roh nenek moyang yang menempati rumah, batu-batu besar, pohon besar dll.

Upacara-upacara yang dnsclcnggnmkm seperti upacara kematian, upacara panen dan lain-lain dilandasi pemujaan terhadap leluhur Dalam Kaharingan, kepercayaan kepada leluhur merupakan inti dan' segala mekanisme praktek.

praktek religius antara lain hubungan antara orang yang hidup dengan yang sudah meninggal. 

Pada Suku Dayak umumnya, peristiwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Setelah mati, jiwa akan kembali ke dunia asal dimana manusia bisa mencapai kesempurnaan. Kematian merupakan suatu proses peralihan untuk memasuki dunia baru yakni dunia roh, dimana disana ada kehidupan yang terus berlangsung. 

Dalam berbagai mitos yang hidup di kalangan Suku Dayak, awal mula kehidupan di dunia manusia tidak mengenal akan kematian. Hidup merupakan suatu kehidupan yang kekal. Pada suatu saat manusia melanggar perintah Dewa, sehingga Dewa menghukum tidak lagi kehidupan kekal lagi bagi manusia (Dyson I981: 3|). Setelah menemui ajalnya, barulah manusia menyesal, sayangnya penyesalan tersebut sudah terlambat, dan kematian tetap menjadi takdir yang harus dihadapi setiap manusia. tiba di akherat barulah manusia menyesal. 

Suku Dayak Ngaju mengenal upacara tiwah yang bertujuan untuk menyempurnakan dan menghantarkan arwah ke alam baka. inti upacara tiwah adalah pembakaran tulang yang diambil dari kubur sementara untuk kemudian ditempatkan di sandung. Suku Dayak Lawangan mengenal upacara wara yakni upacara pemindahan tulang tulang jenasah yang diambil dari kubur aementara (rumah mung) untuk ditempatkan di kubur di tabela atau kariring (Handini 2001: 93). Tabela adalah bangunan kubur sekunder tingkat kedua terbuat dari kayu yang disangga 2 tiang. Sedangkan kariring adalah bangunan sekunder terbuat dari kayu yang mempunyai satu tiang. Suku Dayak Maanyan mengenal upacara penguburan kedua yang disebut iJambe. Pada saat ijambe, tulang-tulang diambil dari kubur sementara kemudian dibakar dengan masih menyisakan tulang-tulang utuh. Abu dan sisa tulang yang telah diupacarai kemudian bersama bekal kubur dimasukkan dalam kubur sekunder yang disebut tambak.

Masyarakat Dayak Ngaju, Lawangan dan Maanyan percaya, sebelum dilakukan upacara liwah, wara atau ijambe, roh si mati dianggap masih bergentayangan di sekitar lingkungan manusia dan dapat mengganggu kehidupan keluarga yang masih hidup. Gangguan itu antara lain berupa kegagalan panen, penyakit, dan bahaya-bahaya lain. Oleh karena itu keluarga korban akan merasa berhutang dan tidak tenang sebelum menyelenggarakan upacara tiwah, wara atau ijambe. Penguburan sekunder adalah sarana untuk mencapai kesempurnaan roh di tempat abadi.

Post a Comment for "Ngeri.!! Misteri suku dayak ngaju, lawangan serta maayan"